Jumat, 07 Mei 2010

ANCAMAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENUMPANG KERETA COMMUTER JABODETABEK


Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan kereta listrik Commuter Jabodetabek sangat dibutuhkan, terutama masyarakat wilayah pinggiran Ibu Kota Jakarta. Kedatangannya selalu dinanti jutaan masyarakat yang tinggal di pinggiran Ibu Kota Jakarta. Mutu pelayanan yang dirasakan masih sangat rendah, tidak menyurutkan keinginan masyarakat untuk terus menggunakan jasa kereta api, karena dari sisi waktu pencapaian lebih cepat dan lebih aman dibandingkan dengan moda transportasi yang lain yang rawan macet dan rawan kecelakaan.

Selain menjadi solusi transportasi, keberadaan kereta api memberikan efek pengganda yang cukup besar bagi perekonomian local, baik secara formal maupun informal. Mulai dari angkutan kota pengumpan dan penjemput (feederer), penitipan kendaraan, penjaja koran, penjaja makanan dan minuman, pernik-pernik, asesoris, pemondokan, perumahan, sampai dengan pusat-pusat bisnis, sangat terkait dengan aktivitas perkeretaapian ini. Tidak mengherankan juga apabila perkeretaapian memunculkan sederetan aktivitas kriminal seperti peredaran narkoba, pencopetan, pemukiman liar, pemalakan, atau pelecehan seksual yang mengganggu keamanan dan keselamatan penumpang.

Aliran manusia yang menggunakan jasa kereta api yang mencapai puncak pada pagi hari dan sore hari, merupakan pemandangan yang terlihat sehari-hari. Keterbatasan rangkaian kereta api membuat masyarakat tidak mempermasalahkan padatnya penumpang. Kenyamanan menjadi barang mahal dan pilihan bagi penumpang yang tidak ingin bersusah-payah berdesak-desakan di dalam kereta. Bila ingin nyaman, harus naik kereta ekspress yang sejuk dan relatif cepat sampai tujuan, tetapi harus membayar mahal. Bila ingin agak nyaman, naik kereta ekonomi AC, meskipun lebih sering diganti kipas angin. Pilihan terakhir yang relatif kurang aman dan nyaman, tetapi murah, bisa naik kereta ekonomi baik di dalam gerbong maupun di atas gerbong. Sedikit (sangat) berbahaya, tetapi sesuai dengan harga yang dibayar.

Meski relatif aman, pilihan menggunakan moda kereta api tetap saja mengandung resiko, di mana besanya resiko berbeda-beda tergantung kelas kereta. Resiko terkena tindak criminal dimulai ketika penumpang masuk gerbong. Keinginan untuk mendapatkan posisi dan tempat duduk, menyebabkan para penumpang saling dorong memasuki gerbong. Resiko jatuh, terinjak-injak oleh penumpang lain, atau kecopetan bisa saja terjadi jika tidak hati-hati.

Selanjutnya ketika berada di dalam kereta, kepadatan penumpang akan mendorong tindak kriminal pencopetan dan pelecehan seksual. Kecopetan bisa terjadi ketika penumpang lengah dan tidak dengan baik menjaga barang miliknya. Sementara itu tindak pelecehan seksual dapat menimpa para perempuan yang tampil “menarik”. Kondisi yang berdesak-desakan, memberikan kesempatan pada laki-laki maniak (cenderung sakit jiwa daripada kriminal) untuk sekedar menggesek-gesekkan alat vitalnya atau bahkan melakukan masturbasi ke bagian belakang tubuh wanita (maaf : pantat). Kejadian ini sering terjadi digerbong-gerbong yang relatif gelap dan padat penumpang.

Hal yang tidak kalah menyeramkan adalah tindak kriminal aksi pelemparan batu oleh orang-orang yang sekedar iseng atau orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Selain menimbulkan kerusakan pada kaca gerbong kereta, aksi pelemparan seringkali menimbulkan korban luka-luka para masinis dan penumpang.

Menurut catatan DAOP 3 Cirebion, data kerugian materil akibat pelemparan batu pada tahun 2008 sebanyak 497 kaca pecah dan membutuhkan biaya sebesar 278 juta rupiah untuk penggantian kaca, belum termasuk 3 penumpang dan 1 orang masinis luka-luka http://argojati.wordpress.com/. Selain menyebabkan petugas dan penumpang terluka, aksi pelemparan seringkali juga menyeabkan keterlambatan kereta karena harus mengevakuasi para korban dan memperbaiki serta mengecek tingkat kerusakan agar tidak membahayakan perjalanan kereta api selanjutnya.

Pada tahun 2005, Masinis Zaenal Abidin, harus kehilangan matanya karena dilempari batu oleh anak sekolah saat kereta api yang dikemudikannya melintas di daerah Kebayoran Baru. Zaenal Abidin saat ini menjadi pelayan di Griya Karya PT. KA karena sudah cacad. Selanjutnya pada September 2008, Sutarya (53 tahun) asisten masinis Kereta Bengawan harus operasi mata karena aksi pelemparan batu di lintasan Stasiun Kranji Bekasi.

Masih banyak lagi cerita-cerita pilu akibat ulah orang yang sekedar iseng atau orang sakit jiwa melempari kereta. Berdasarkan penglihatan dan pengamatan sehari-hari penulis, untuk lintasan Jakarta – Depok – Bogor, aksi pelemparan sering terjadi antara ruas Stasiun Manggarai – Tebet – Cawang – Kalibata – Pasar Minggu Baru - Stasiun Pasar Minggu – Tanjung Barat. Sesekali terjadi di ruas Stasiun Universitas Pancasila – Universitas Indonesia; Pondok Cina – Depok Baru; dan Depok Lama – Citayam. Ruas-ruas ini relatif merupakan permukiman padat, tetapi banyak kebon-kebon kosong yang merupakan tempat aman untuk melakukan pelemparan.

Atas berbagai ancaman keamanan dan keselamatan perkeretaapin tersebut, PT. KA, khususnya PT. KAI Commuter sebagai pengelola kereta listrik Jabodetabek perlu melakukan tindakan nyata untuk mencegah semakin banyaknya kerugian dan korban yang jatuh. Kenyamanan penumpang tidak hanya dengan menambah jadwal atau memperbanyak jumlah gerbong-gerbong AC (profit oriented). Keselamatan para penumpang sebagai sumber pendapatan utama kereta api harus semakin diperhatikan. Nilai strategis kereta api yang monopolistik tidak boleh menganut “take it or leaved”, mentang-mentang dibutuhkan, tidak ada saingan, lalu mendendangkan lagu “hitam-hitam si kereta api, walau hitam banyak yang mencari”. Artinya, pihak kereta api harus meningkatkan kualitas pelayanan yang selama ini terkesan tidak prima.

Secara internal, PT. KA harus menyediakan tenaga-tenaga pengamanan (Satpam) yang mampu bertindak tegas dan tidak mengumbar toleransi. Masih banyaknya penumpang liar yang tidak hanya di kereta ekonomi, tetapi juga kereta eksekutif menunjukkan pengawasan lalu lintas penumpang masih belum optimal. Saat ini memang sudah ada outsourcing security, tetapi berdasarkan pengamatan penulis, dalam menjalankan tugasnya masih kurang tegas dan memberikan toleransi kepada penumpang/penumpang liar untuk melakukan pelanggaran seperti tidak beli karcis, merokok tidak pada tempatnya, atau membiarkan para pengasong berseliweran di peron atau di dalam rangkaian kereta api.

Sebagai bentuk peningkatan pelayanan prima, PT. KA harus memberikan kenyamanan para penumpang, terutama di ruang tunggu atau peron. Oleh karena itu, peron harus disterilkan dari pedagang, pengemis, gelandangan, atau pengamen yang seringkali menyerobot hak penumpang untuk duduk, membuang sampah sembarangan, dan berperilaku jorok. PT. KA secara periodik telah melakukan upaya pembersihan lingkungan stasiun kereta, khususnya di area peron. Tetapi upaya tersebut tampaknya sifatnya tidak rutin dan tidak memberikan hasil yang permanen. Ketika operasi sterilisasi peron dari pedagang, pengemis, gelandangan, atau pengamen dilakukan, paling hanya bertahan beberapa hari. Hari-hari berikutnya, pedagang, pengemis, gelandangan, atau pengamen sudah bebas berdagang dan berseliweran di peron stasiun. Langkah yang terkesan sia-sia.

Terakhir, secara eksternal pihak PT. KA harus melakukan pendekatan kepada masyarakat yang berada dan bermukim di sekitar jalur rel kereta api, agar mereka tidak mengganggu aktivitas kereta. Langkah ini diperlukan untuk meningkatkan pelayanan keamanan dan kenyamanan berkendara kereta api. Peralatan keselamatan dan keamanan gerbong harus selalu diperhatikan. Kerusakan segera diganti, terutama kaca-kaca yang pecah. Untuk menghidari aksi pelemparan, PT. KA perlu melakukan kerjasama dengan aparat kepolisian untuk menempatkan polisi di ruas-ruas yang rawan aksi pelemparan. Selanjutnya untuk menggugah kesadaran para pelaku pelemparan, ruas-ruas yang rawan perlu di pasang papan himbauan tentang dampak aksi pelemparan. Jika perlu dipasang gambar Pak Zaenal Abidin atau Pak Sutarya, agar sisi kemanusiaannya terusik dan tidak mengulangi perbuatannya.

Gunarta

Tidak ada komentar: