![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfVPwc8nNqnppganQPKCYU5p5hUN2_Zqs9LdEBiBGm9MpbqHsx208I3G8KqDbBRdch5wxpuiGMScqeSQKMz5f8wK6DOPt6i3lLtXPW2urYA3ut7025XsGLAHC4CXX9_zX2fb9HrSWaq98/s320/indonesia-merdeka-tanpa-narkoba_resize2%5B1%5D.jpg)
Wewenang penyidik BNN cukup banyak. Pasal 75 menyebutkan bahwa alam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang: (a) melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; (b) memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; (c) memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi; (d) menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka; (e) memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; (f) memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan prekursor narkotika; (g) menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; (h) melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional; (i) melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan prekursor narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup; (j) melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan; (k) memusnahkan narkotika dan prekursor narkotika; (l) melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya; (m) mengambil sidik jari dan memotret tersangka; (n) melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman; (o) membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan prekursor narkotika; (p) melakukan penyegelan terhadap narkotika dan prekursor narkotika yang disita; (q) melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan prekursor narkotika; (r) meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan (s) menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
Selain sebagaimana disebutkan dalam pasal 75, Penyidik BNN juga berwenang: (a) mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan barang bukti, termasuk harta kekayaan yang disita kepada jaksa penuntut umum; (b) memerintahkan kepada pihak bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika milik tersangka atau pihak lain yang terkait; (c) untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa; (d) untuk mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; (e) meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri; (f) meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka kepada instansi terkait; (g) menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau mencabut sementara izin, lisensi, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika yang sedang diperiksa; dan (h) meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri (pasal 80).
Sesuai Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (pasal 13). Penyelidikan and penyidikan merupakan salah satu dari 12 tugas Polri ( Pasal 14). Butir g menyebutkan bahwa Polri memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam dua pasal ini di bidang proses pidana, Polri berwenang untuk : (a) melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; (b) melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; (c) membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; (d) menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; (e) melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; (f) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; (g) mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; (h) mengadakan penghentian penyidikan; (i) menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; (j) mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; (k) memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan (l) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Jika dibandingkan, poin-poin tugas dan wewenang penyidikan antara BNN dan Polri hampir sama. Bedanya, BNN hanya menyidik kejahatan narkotika dan prekursor narkotika. Sementara itu, Polri menyidik semua jenis kejahatan termasuk narkotika dan prekursor narkotika. Untuk melakukan tugas dan wewenang ini, Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim) membentuk direktorat khusus yang menangani narkotika dan prekursor narkotika. Dengan demikian kedua lembaga ini memiliki wewenang yang sama dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, sebagaimana diatur dalam pasal 81 UU nomor 35 tahun 2009.
Konsekuensi dari tugas dan wewenang penyidikan BNN adalah bagaimana menyiapkan sumber daya manusia penyidik BNN, sarana dan prasarana penyidikan, dan mekanisme kerjasama antara penyidik BNN dan penyidik Polri atau dengan penyidik lainnya. Sebagai lembaga yang semula hanya sebagai lembaga non-struktural yang bersifat koordinatif, maka secara organik tidak memiliki tenaga penyidik yang khusus. BNN hanya membentuk dan memfasilitasi satuan tugas yang sebenarnya dapat dikatakan sebagai perpanjangan tangan Direktorat IV Narkoba Bareskrim Polri. Tidak mengherankan jika laporan keberhasilan pencegahan dan penanggulangan kejahatan narkotika dan prekursor narkotika diklaim oleh Polri.
Oleh karena itu, BNN harus segera membentuk pasukan khusus (strike force) pencegahan dan penanggulangan kejahatan narkotika dan prekursor narkotika. Perekrutan dari awal mungkin tidak efektif karena harus melakukan pendidikan dan pelatihan yang memakan waktu cukup lama. Padahal kejahatan narkotika dan prekursor narkotika cenderung semakin meluas dan prevalensi penyalahgunaan narkotika cenderung meningkat. Akan lebih efektif apabila satuan tugas yang sudah ada dipertahankan, selanjutnya secara bertahap direkrut dan dididik penyidik BNN yang organik.
Sarana dan prasarana penyidik BNN juga harus segera disediakan untuk menunjang proses penyidikan. Berbeda dengan Polri, secara prinsip lembaga Polri sudah siap dan dilengkapi berbagai fasilitas penyidikan mulai dari laboratorium forensik, alat penyadap, sarana investigasi, sampai dengan kamar tahanan. Sementara itu, untuk melaksanakan tugas dan wewenang penyidikan BNN, sampai saat ini infrastrukturnyapun belum ada yang dibangun. Paling cepat tahun 2011 baru dimulai pembangunannya. Sehingga mau tidak mau, BNN harus memperpanjang masa tugas Satgas Pencegahan dan Penindakan.
Selanjutnya terkait dengan mekanisme kerjasama antara penyidik BNN dan penyidik Polri atau dengan penyidik lainnya, sudah diatur dalam UU 35/2009 ini. Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan prekursor narkotika, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya. Sementara itu, dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan Narkotika dan prekursor narkotika, penyidik pegawai negeri sipil tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.
Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa langkah kerjasama untuk menghindarkan penyalahgunaan wewenang atau penyerobotan wewenang oleh salah satu pihak ke pihak yang lain, khususnya antara penyidik Polri dengan penyidik BNN. Sedangkan untuk penyidik pegawai negeri sipil, segala upaya penyidikan diarahkan untuk membantu dan menyerahkan hasilnya kepada penyidik Polri maupun penyidik BNN. Namun dalam pelaksanaannya nanti, pelaksanaan tugas dan wewenang penyidikan penyalahgunaan narkoba ini berpotensi menimbulkan persaingan diantara penyidik Polri dan penyidik BNN.
Tidak mengherankan hal tersebut dapat terjadi karena sebagaimana di sebutkan di atas, kejahatan narkoba memiliki nilai yang cukup strategis baik dalam rangka penitian karier atau terkait dengan tingginya nilai ekonomi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Oleh karena itu, harus dibuat mekanisme yang efektif dan efisien, sehingga persaingan yang tidak sehat dapat ditekan seminimal mungkin. Apabila memungkinkan, Direktorat IV Narkoba Bareskrim Polri digabungkan dengan BNN agar tidak ada kesan overlapping pelaksanaan tugas, meskipun dengan demikian harus mengamandemen peraturan perundangannya.
Gunarta
Gambar diperoleh dari : http://edwardmushalli.files.wordpress.com/2009/05/indonesia-merdeka-tanpa-narkoba_resize2.jpg
Oleh karena itu, BNN harus segera membentuk pasukan khusus (strike force) pencegahan dan penanggulangan kejahatan narkotika dan prekursor narkotika. Perekrutan dari awal mungkin tidak efektif karena harus melakukan pendidikan dan pelatihan yang memakan waktu cukup lama. Padahal kejahatan narkotika dan prekursor narkotika cenderung semakin meluas dan prevalensi penyalahgunaan narkotika cenderung meningkat. Akan lebih efektif apabila satuan tugas yang sudah ada dipertahankan, selanjutnya secara bertahap direkrut dan dididik penyidik BNN yang organik.
Sarana dan prasarana penyidik BNN juga harus segera disediakan untuk menunjang proses penyidikan. Berbeda dengan Polri, secara prinsip lembaga Polri sudah siap dan dilengkapi berbagai fasilitas penyidikan mulai dari laboratorium forensik, alat penyadap, sarana investigasi, sampai dengan kamar tahanan. Sementara itu, untuk melaksanakan tugas dan wewenang penyidikan BNN, sampai saat ini infrastrukturnyapun belum ada yang dibangun. Paling cepat tahun 2011 baru dimulai pembangunannya. Sehingga mau tidak mau, BNN harus memperpanjang masa tugas Satgas Pencegahan dan Penindakan.
Selanjutnya terkait dengan mekanisme kerjasama antara penyidik BNN dan penyidik Polri atau dengan penyidik lainnya, sudah diatur dalam UU 35/2009 ini. Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan prekursor narkotika, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya. Sementara itu, dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan Narkotika dan prekursor narkotika, penyidik pegawai negeri sipil tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.
Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa langkah kerjasama untuk menghindarkan penyalahgunaan wewenang atau penyerobotan wewenang oleh salah satu pihak ke pihak yang lain, khususnya antara penyidik Polri dengan penyidik BNN. Sedangkan untuk penyidik pegawai negeri sipil, segala upaya penyidikan diarahkan untuk membantu dan menyerahkan hasilnya kepada penyidik Polri maupun penyidik BNN. Namun dalam pelaksanaannya nanti, pelaksanaan tugas dan wewenang penyidikan penyalahgunaan narkoba ini berpotensi menimbulkan persaingan diantara penyidik Polri dan penyidik BNN.
Tidak mengherankan hal tersebut dapat terjadi karena sebagaimana di sebutkan di atas, kejahatan narkoba memiliki nilai yang cukup strategis baik dalam rangka penitian karier atau terkait dengan tingginya nilai ekonomi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Oleh karena itu, harus dibuat mekanisme yang efektif dan efisien, sehingga persaingan yang tidak sehat dapat ditekan seminimal mungkin. Apabila memungkinkan, Direktorat IV Narkoba Bareskrim Polri digabungkan dengan BNN agar tidak ada kesan overlapping pelaksanaan tugas, meskipun dengan demikian harus mengamandemen peraturan perundangannya.
Gunarta
Gambar diperoleh dari : http://edwardmushalli.files.wordpress.com/2009/05/indonesia-merdeka-tanpa-narkoba_resize2.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar